Guru Milenial Translate Pembelajaran Konvensional ke Digital Learning di Era Kurikulum Merdeka

Transformasi digital dalam dunia pendidikan bukan lagi wacana, tetapi sudah menjadi keniscayaan. Di tengah perubahan kurikulum yang lebih fleksibel dan berpusat pada murid, peran guru milenial semakin terasa penting, terutama dalam mentranslate (menerjemahkan) praktik pembelajaran konvensional ke dalam bentuk digital yang lebih kontekstual dan relevan.
Guru milenial hadir dengan latar belakang yang unik. Mereka tumbuh dalam era teknologi, terbiasa dengan internet, media sosial, serta beragam aplikasi pembelajaran. Maka tak mengherankan jika banyak di antara mereka menjadi pionir dalam mengubah cara mengajar yang semula bersifat ceramah dan satu arah, menjadi interaktif, visual, dan berbasis platform digital.
Digital learning bukan sekadar memindahkan materi ke PowerPoint atau video. Ini tentang bagaimana guru mampu mendesain pengalaman belajar yang bermakna, mandiri, dan fleksibel—persis seperti yang diinginkan Kurikulum Merdeka. Guru milenial umumnya lebih terbuka terhadap pendekatan ini. Mereka terbiasa mengeksplorasi Canva, Kahoot, Quizizz, Google Workspace, hingga platform LMS untuk menyampaikan materi secara menarik dan efisien.
Namun perlu diakui, kemampuan digital tidak serta-merta menjamin kualitas pembelajaran. Di sinilah pentingnya peran guru milenial sebagai jembatan: bukan hanya membawa teknologi ke kelas, tapi juga mentranslate nilai-nilai pedagogis ke dalam bentuk digital. Mereka harus mampu menyelaraskan teknologi dengan prinsip-prinsip pembelajaran aktif, kolaboratif, dan diferensiatif.
Tantangan terbesar saat ini bukan terletak pada teknologi, melainkan pada mindset. Tidak semua guru siap berubah. Maka, guru milenial perlu menjadi agen transformasi, bukan dengan pamer teknologi, tetapi dengan berbagi praktik baik dan mengajak kolaborasi lintas generasi.
Kurikulum Merdeka memberi ruang bagi guru untuk berkreasi. Dan guru milenial, dengan segala potensinya, berperan penting dalam memastikan bahwa digitalisasi bukan hanya tren sesaat, melainkan langkah strategis menuju pendidikan masa depan yang inklusif dan bermakna.